Kamis, 25 Juni 2015

Analisis Kasus Dengan Terapi Bermain

Kasus : Anak Hiperaktif (ADHD)
1. Pendekatan
Pada pendekatan ini terapis memulainya dengan raport terlebih dahulu kepada subjek agar subjek merasa nyaman untuk melakukan terapi yaitu dengan memberikan pertanyaan umum seperti menanyakan kabarnya, menanyakan perasaannya selama perjalanan ketempat terapi, identitasnya dan juga memberikan pertanyaan khusus seperti menanyakan tentang minat subjek.

2. Menggali Informasi Subjek
Setelah melakukan pendekatan, terapis mencoba menggali informasi dari ibu subjek mengenai ketertarikannya untuk datang ketempat terapi tersebut, jika setelah ibu subjek memberikan keterangan bahwa subjek sering kali berperilaku yang selalu berlarian tanpa henti, membuat berantakan seluruh mainan tanpa menggunakannya untuk bermain (hanya dilempar-lempar kemana saja). Lalu terapis dapat memulai dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka secara mendalam mengenai perilaku anaknya itu, yang tersusun dalam pedoman wawancara, seperti menanyakan. Selain menggunakan pedoman wawancara saat menggali informasi dari subjek terapis juga menggunakan alat tulis.

3. Memilih Terapi yang tepat
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari subjek mengenai perilaku subjek yang selalu berlarian tanpa henti, membuat berantakan seluruh mainan tanpa menggunakannya untuk bermain (hanya dilempar-lempar kemana saja), sering memukul dan menendang tanpa alasan bahkan terkadang saat memegang benda juga digunakan untuk melempar atau memukul, makan sambil berlarian dan berantakan seluruh makanannya, tidak memperhatikan jika diberitahu sesuatu, suka berteriak-teriak kasar, dan membanting benda-benda terutama jika permintaannya tidak segera dipenuhi, maka subjek dapat dikategorikan bahwa ia mengalami hiperaktif (ADHD). Dimana ketika subjek berada di sekolah, subjek terlihat kesulitan mengikuti proses belajar karena dia selalu saja berlari dan sulit sekali diminta duduk di kursinya. Guru dan teman-teman lain merasa terganggu karena setiap kali Bona diminta duduk, beberapa detik kemudian sudah berlari-lari lagi keliling ruang kelas sambil mengganggu temannya atau sampai keluar kelas. Maka dalam kasus ini, subjek dapat dibantu melalui pemberian terapi bermain bagi anak ADHD, yaitu Tujuan dan target setiap sesi terapi bermain harus spesifik berdasarkan kondisi dan ketrampilan anak, dilakukan dengan bertahap, terstruktur dan konsistensi. Salah satu yang perlu diperhatikan pada anak ADHD adalah sensitivitas mereka terhadap perubahan sehingga kita harus membantu menciptakan sesuatu yang rutin untuk mereka. Dalam hal ini konsistensi yang dapat diciptakan terapis misalnya dalam hal waktu, aturan bermain, tempat, dan jumlah alat permainan. Pemilihan ini harus didasarkan pada kondisi anak dan target perilaku yang dituju.
Kasus tersebut saya hubungkan dengan teori terapi bermain. Landreth (2001) berpendapat bahwa bermain sebagai terapi merupakan salah satu sarana yang digunakan dalam membantu anak mengatasi masalahnya, sebab bagi anak bermain adalah simbol verbalisasi. Definisi terapi bermain juga menunjukkan bahwa terapis bermain berusaha untuk mengenali, mengetahui, dan memanfaatkan kekuatan terapi bermain. Ini kekuatan terapi, juga dikenal sebagai mekanisme perubahan, merupakan kekuatan yang aktif dalam bermain yang membantu klien mengatasi kesulitan psikososial dan mencapai perkembangan positif.

4. Pelaksanaan Terapi
Dalam kasus tersebut dilakukan terapi bermain dengan 2 teknik, yaitu teknik bercerita dan teknik bermain.
Bercerita secara psikologis membaca atau bercerita merupakan salah satu bentuk bermain yang paling sehat. Kebanyakan anak kecil lebih menyukai cerita tentang orang dan hewan yang dikenalnya. Selain itu karena anak kecil cenderung egosentrik mereka memyukai cerita yang berpusat pada dirinya. Mula-mula anak-anak suka cerita imajinatif yang khayal kemudian seiring dengan berkembangnya kecerdasan dan pengalaman sekolah anak yang lebih besar menjadi realistik, dan minatnya pun beralih ke cerita petualangan, kekerasan, kemewahan dan cinta serta pendidikan. Menceritakan cerita memberikan cara yang menyenangkan untuk mengembangkan raport dan belajar tentang anak. Ketika anak menceritakan cerita mereka, mereka mengkomunikasikan informasi penting tentang diri mereka sendiri dan keluarga mereka sambil belajar mengekspresikan dan menguasai perasaan mereka. Dengan mendengarkan cerita anak, terapis dapat memahami lebih baik pertahanan diri anak, konflik anak, dan dinamika keluarga anak. Dalam menganalisis cerita anak, terapis harus mencari tema yang diulang yang dapat memberikan kunci penting tentang perasaan perasaan dan perjuangan anak. Terapis harus sangat akrab dan terampil dalam menginterpretasikan komunikasi simbolik secara wajar. Semua ini tergantung pada keterampilan dan pertimbangan terapis.
Bermain selama masa kanak-kanak mempunyai karakteristik yang berbeda dibandingkan permainan remaja danorang dewasa. Permainan anak kecil bersifat spontan dan informal. Secara bertahap bermain menjadi semakin formal. Dengan berkembangnya kemampuan berpikir anak, anak mulai mengembangkan permaianan dengan aturan. Permainan individu dan kelompok membantu anak belajar bagaimana membagi kelompok dan bermain dengan aturan. Permainan mengajar anak tentang mendisiplin diri, serta belajar untuk menang dan kalah. Permainan yang diterapkan untuk terapi bermain dapat dimainkan sendiri maupun berkelompok.
Terapis dilakukan dengan beberapa tahap, dan subjek dibantu oleh seluruh anggota keluarga, khususnya ibu subjek yang harus terus berada di samping subjek. membutuhkan ruangan yang nyaman dan tidak bising serta tempat duduk yang nyaman untuk melakukan terapi tersebut. Kemudian terapis membuat target perilaku, dan beberapa perilaku yang menjadi target dalam perubahan perilaku ini adalah:
•Harapan awal dari terapi yaitu subjek mampu membereskan mainan dan barang-barang subjek sindiri. Memasukkan pensil, penghapus, dan buku ke tas setelah digunakan. (Tidak meninggalkan pensil, penghapus, dan buku di meja belajar, meja tamu, atau di ruang lain) Mengembalikan mainan ke wadahnya setelah digunakan. (Tidak melempar-lempar mainan jika tidak digunakan, jika melempar-lempar maka harus mengambil kembali dan dikembalikan ke wadahnya.)
•Mendengarkan orang lain bicara sampai selesai, Menunggu Bapak, Ibu, pembantu, atau teman selesai ketika sedang berbicara tanpa memotong.
•Mengerjakan aktivitas sampai selesai, Menggambar sampai selesai. (Tidak berganti kertas gambar atau meninggalkannya sebelum gambar selesai dibuat.)
Karena program ini berbasis pada sistem aturan maka perilaku yang menjadi target dapat beberapa (tidak hanya satu) dengan catatan setiap target perilaku akan dibuatkan aturan yang detil dan jelas tentang perilaku yang diharapkan dan tidak diharapkan (dalam program yang direncanakan).

5. Evaluasi
Kasus ini akan selalu dievaluasi dan dimonitor menggunakan lembar evaluasi dan lembar monitoring yang dibuat saat perencanaan program (contoh lembar evaluasi dan lembar monitoring terlampir). Evaluasi dan monitoring dilakukan ibu subjek sebagai manajer program dan secara berkala akan didiskusikan bersama terapis untuk melihat efektivitas dan kemajuan program tersebut. Evaluasi dilakukan dalam tahapan yang sistematis, seperti berikut:
•Harapan awal dari terapi yaitu subjek mampu membereskan mainan dan barang-barang subjek sindiri.
•Mendengarkan orang lain bicara sampai selesai.
•Mengerjakan aktivitas sampai selesai.

Rabu, 25 Maret 2015

Psikoterapi

Definisi Psikoterapi 
Psikoterapi adalah suatu interaksi sistematis antara pasien dan terapis yang menggunakan prinsip-prinsip psikologis untuk membantu menghasilkan perubahan dalam tingkah laku, pikiran, dan perasaan pasien supaya membantu pasien mengatasi tingkah laku abnormal dan memcahkan masalah-masalah dalam hidup atau berkembang sebagai seorang individu.

Tujuan dari Psikoterapi
1. Tujuan psikoterapi dengan pendekatan psikoanalisis adalah Membuat sesuatu yang tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari. Rekonstruksi kepribadiannya dilakukan terhadap kejadian-kejadian yang sudah lewat dan menyusun sintesis yang baru dari konflik-konflik yang lama.
2. Tujuan psikoterapi dengan pendekatan tingkah laku adalah secara umum untuk menghilangkan perilaku dan mencari apa yang dapat dilakuakan dan mencari apa yang dapat dilakuakn terhadap perilaku yang menjadi masalah. Klien berperan aktif dalam menyusun terapi dan menilai bagaimana tujuan-tujuan ini bias tercapai.
3. Tujuan psikoterapi denagn pendekatan Kognitif-Behavioristik dan Rasional-Emotif adalah menghilangkan cara memandang dalam kehidupan pasien yang menyalahkan diri sendiri dan membantunya memperoleh pandangan dalam hidup secara lebih rasional dab toleran. Untuk membantu pasien mempergunakan metode yang lebih ilmiah atau objektif untuk memecahkan masalah emosi dan perilaku dalam kehidupan selanjutnya.
4. Tujuan psikoterapi dengan pendekatan Gestalt adalah membantu klien memperoleh pemahaman mengenai saat-saat dari pengalamnnya. Untuk merangsangnya menerima tanggung jawab daridorongan yang ad di dunia dalamnya yang bertentangan dengan ketergantungannya terhadap dorongan-dorongan dari dunia luar.
5. Tujuan psikoterapi dengan pendekatan Realitas adalah untuk membantu seseorang agar lebih efektif dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Merangsang untuk menilai apa yang sedang dilakukan dan memeriksa sebarapa jauh tindakannya berhasil.
 
Unsur-unsur Psikoterapi
 Dalam psikoterapi, unsur-unsur aktif dalam pekerjaan reparasi emosional ini meliputi hubungan baik dan rasa percaya antara klien dan terapis yang bergerak bersama dengan baik serta terbukanya aliran emosi yang lebih bebas antara klien dengan terapis.
Masserman (dalam Residen Bagian Psikiatri, 2007) telah melaporkan tujuh parameter pengaruh dasar yang mencakup unsur-unsur lazim pada semua jenis psikoterapi. Dalam hal ini termasuk peran sosial (“martabat”) psikoterapis, hubungan (persekutuan terapiutik), hak, retrospeksi, re-edukasi, rehabilitasi, resosialisasi, dan rekapitulasi.
Unsur-unsur psikoterapiutik dapat dipilih untuk masing-masing pasien dan dimodifikasi dengan berlanjutnya terapi. Ciri-ciri ini dapat diubah dengan berubahnya tujuan terapiutik, keadaan mental, dan kebutuhan pasien.

Perbedaan Psikoterapi dan Konseling
Perbedaan Konseling dan Psikoterapi menurut Corey (1988):
 

Konseling:
1. Adanya peningkatan kesadaran dan memungkinkan memilih
2. Difokuskan pada masalah
3. Membantu individu untuk menyingkirkan hal-hal yang menghambat pertumbuhan individu tersebut
4. Individu dibantu untuk menemukan sumber-sumber pribadi agar bisa hidup lebih efektif
 

Psikoterapi:
1. Difokuskan pada proses-proses tak sadar
2. Berurusan dengan pengubahan struktur kepribadian
3. Mengarah pada pemahaman diri yang intensif tentang dinamika-dinamika yang bertanggung jawab atas terjadinya krisis-krisis kehidupan ketimbang hanya berurusan dengan usaha mengatasi krisis kehidupan tertentu


Bagaimana Psikoterapi melakukan pendekatan terhadap mental illness? 
a)  Psychoanalysis & Psychodynamic
Pendekatan ini fokus pada mengubah masalah perilaku, perasaan dan pikiran dengan cara memahami akar masalah yang biasanya tersembunyi di pikiran bawah sadar. Psychodynamic (Psikodinamik) pertama kali diciptakan oleh Sigmund Feud (1856-1939), seorang neurologist dari Austria. Teori dan praktek psikodinamik sekarang ini sudah dikembangkan dan dimodifikasi sedemikian rupa oleh para murid dan pengikut Freud guna mendapatkan hasil yang lebih efektif.
Tujuan dari metode psikoanalisis dan psikodinamik adalah agar klien bisa menyadari apa yang sebelumnya tidak disadarinya. Gangguan psikologis mencerminkan adanya masalah di bawah sadar yang belum terselesaikan. Untuk itu, klien perlu menggali bawah sadarnya untuk mendapatkan solusi. Dengan memahami masalah yang dialami, maka seseorang bisa mengatasi segala masalahnya melalui “insight” (pemahaman pribadi).
Beberapa metode psikoterapi yang termasuk dalam pendekatan psikodinamik adalah: Ego State Therapy, Part Therapy, Trance Psychotherapy, Free Association, Dream Analysis, Automatic Writing, Ventilation, Catharsis dan lain sebagainya.
 
b)  Behavior Therapy
Pendekatan terapi perilaku (behavior therapy) berfokus pada hukum pembelajaran. Bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh proses belajar sepanjang hidup. Tokoh yang melahirkan behavior therapy adalah Ivan Pavlov yang menemukan “classical conditioning” atau “associative learning”.
Inti dari pendekatan behavior therapy adalah manusia bertindak secara otomatis karena membentuk asosiasi (hubungan sebab-akibat atau aksi-reaksi). Misalnya pada kasus fobia ular, penderita fobia mengasosiasikan ular sebagai sumber kecemasan dan ketakutan karena waktu kecil dia penah melihat orang yang ketakutan terhadap ular. Dalam hal ini, penderita telah belajar bahwa "ketika saya melihat ular maka respon saya adalah perilaku ketakutan".
Tokoh lain dalam pendekatan Behavior Therapy adalah E.L. Thorndike yang mengemukakan konsep operant conditioning, yaitu konsep bahwa seseorang melakukan sesuatu karena berharap hadiah dan menghindari hukuman.
Berbagai metode psikoterapi yang termasuk dalam pendekatan behavior therapy adalah Exposure and Respon Prevention (ERP), Systematic Desensitization, Behavior Modification, Flooding, Operant Conditioning, Observational Learning, Contingency Management, Matching Law, Habit Reversal Training (HRT) dan lain sebagainya.
 
c) Cognitive Therapy
Terapi Kognitif (Cognitive Therapy) punya konsep bahwa perilaku manusia itu dipengaruhi oleh pikirannya. Oleh karena itu, pendekatan Cognitive Therapy lebih fokus pada memodifikasi pola pikiran untuk bisa mengubah perilaku. Pandangan Cognitive Therapy adalah bahwa disfungsi pikiran menyebabkan disfungsi perasaan dan disfungsi perilaku. Tokoh besar dalam cognitive therapy antara lain Albert Ellis dan Aaron Beck.
Tujuan utama dalam pendekatan kognitif adalah mengubah pola pikir dengan cara meningkatkan kesadaran dan berpikir rasional. Beberapa metode psikoterapi yang termasuk dalam pendekatan kognitif adalah Collaborative Empiricism, Guided Discovery, Socratic Questioning, Neurolinguistic Programming, Rational Emotive Therapy (RET), Cognitive Shifting. Cognitive Analytic Therapy (CAT)  dan sebagainya.

d) Humanistic Therapy
Pendekatan Humanistic Therapy menganggap bahwa setiap manusia itu unik dan setiap manusia sebenarnya mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Setiap manusia dengan keunikannya bebas menentukan pilihan hidupnya sendiri. Oleh karena itu, dalam terapi humanistik, seorang psikoterapis berperan sebagai fasilitator perubahan saja, bukan mengarahkan perubahan. Psikoterapis tidak mencoba untuk mempengaruhi klien, melainkan memberi kesempatan klien untuk memunculkan kesadaran dan berubah atas dasar kesadarannya sendiri.
Metode psikoterapi yang termasuk dalam pendekatan humanistik adalah Gestalt Therapy, Client Cantered Psychotherapy, Depth Therapy, Sensitivity Training, Family Therapies, Transpersonal Psychotherapy dan Existential Psychotherapy.
 
e) Integrative/Holistic Therapy
Integrative Therapy atau Holistic Therapy, yaitu suatu psikoterapi gabungan yang bertujuan untuk menyembuhkan mental seseorang secara keseluruhan. Seperti seorang klien yang mengalami komplikasi gangguan psikologis yang mana tidak cukup bila ditangani dengan satu metode psikoterapi saja. Oleh karena itu, digunakan beberapa metode psikoterapi dan beberapa pendekatan sekaligus.

Bentuk Utama dari Terapi 
Berdasarkan tujuan dan pendekatan metodis, Wolberg membagi perawatan psikoterapi menjadi tiga (3) tipe, yaitu :
1. Penyembuhan Supportif (Supportive Therapy)
Merupakan perawatan dalam psikoterapi yang mempunyai tujuan untuk :
a. Memperkuat benteng pertahanan (harga diri atau kepribadian)
b. Memperluas mekanisme pengarahan dan pengendalian emosi atau kepribadian
c. Pengembalian pada penyesuaian diri yang seimbang.
Penyembuhan supportif ini dapat menggunakan beberapa metode dan  teknik pendekatan, diantaranya :
a. Bimbingan (Guidance)
b. Mengubah lingkungan (Environmental Manipulation)
c. Pengutaraan dan penyaluran arah minat
d.Tekanan dan pemaksaan
e. Penebalan perasaan (Desensitization)
f. Penyaluran emosional
g. Sugesti
h. Penyembuhan inspirasi berkelompok (Inspirational Group Therapy)

2. Penyembuhan Reedukatif (Reeducative Therapy)
Suatu metode pnyembuhan yang mempunyai bertujuan untuk mengusahakan penyesuaian kembali, perubahan atau modifikasi sasaran/tujuan hidup, dan untuk menghidupkan kembali potensi. Adapun metode yang dapat digunakan antara lain
a. Penyembuhan sikap (attitude therapy)
b. Wawancara (interview psychtherapy)
c. Penyembuhan terarah (directive therapy)
d. Psikodrama, dll

3. Penyembuhan Rekonstruktif (Reconstructive Therapy)
Penyembuhan rekonstruktif mempunyai tujuan untuk menimbulkan pemahaman terhadap konflik yang tidak disadari agar terjadi perubahan struktur karakter dan untuk perluasan pertunbuhan kepribadian dengan mengembangkan potensi. Metode dan teknik pendekatannya antara lain :
a. Psikoanalisis
b. Pendekatan transaksional (transactional therapy)
c. Penyembuhan analitik berkelompok


SUMBER :
Semium, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Kanisius.
Prof. DR. H. Muhammad Surya. (2003). Buku Psikologi Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy
Singgih, Gunarsa. (2004). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Corey, Gerald. (2009). Teori Konseling dan Psikoterapi. PT Refika Aditama.Corey, Gerald. (2009). Teori Konseling dan Psikoterapi. PT Refika Aditama.
Supriyadi T, Indrawati E. (2005). Psikologi Konseling.  Semarang: Antari Cipta Sejati.

Selasa, 20 Januari 2015

Pelatihan dan Pengembangan

A. Definisi Pelatihan

Pada umumnya setiap organisasi sering terjadi suatu kesenjangan antara kebutuhan akan promosi tenaga kerja yang diharapkan oleh organisasi dengan kemampuan tenaga kerja dalam merespon kebutuhan, organisasi perlu melakukan suatu upaya untuk menjembatani kesenjangan ini. Salah satu cara yang dapat dilakukan organisasi adalah melalui program pelatihan. Melalui program pelatihandiharapkan seluruh potensi yang dimiliki dapat ditingkatkan sesuai dengan keinginan organisasi atau setidaknya mendekati apa yang diharapkan oleh organisasi.

Berikut ini penjelasan beberapa ahli mengenai pengertian pelatihan:
Menurut Jan Bella dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia karangan Hasibuan (2003) “Pendidikan dan Latihan sama dengan pengembangan yaitu
merupakan proses peningkatan keterampilan kerja baik teknis maupun manajerial. Pendidikan berorientasi pada teori, dilakukan dalam kelas, berlangsung lama, dan biasanya menjawab why. Latihan berorientasi pada praktek, dilakukan di lapangan, berlangsung singkat, dan biasanya menjawab how.”

Menurut  Pangabean (2004) “Pelatihan dapat didefinisikan sebagai suatu cara yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan sekarang, Sedangkan pendidikan lebih berorientasi kepada masa depan dan lebih menekankan pada peningkatan kemampuan seseorang untuk memahami dan menginterpretasikan pengetahuan”.

Berdasarkan pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pelatihan adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan dan meningkatkan kinerja karyawan dalam melaksanakan tugasnya dengan cara peningkatan keahlian, pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan.

B. Tujuan & Sasaran Pelatihan dan Pengembangan
  1. Memperbaiki kinerja karyawan-karyawannya yang bekerja secara tidak memuaskan 
  2. Memuktahirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi
  3. Membantu memecahkan masalah operasional 
  4. Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi, karena alasan inilah, beberapa penyelanggara orientasi melakukan upaya bersama dengan tujuan mengorientasikan para karyawan baru terhadap organisasi dan bekerja secara benar
C. Faktor Psikologi dalam Pelatihan dan Pengembangan

1. Individual Differences
Dalam pelaksanaan latihan harus diingat adanya perbedaan perseorangan dari para pekerja baik latar belakang pendididkan, pengalaman, maupun keinginannya. Oleh karena itu sifat, waktu dan cara latihan perlu direncanakan sematang mungkin.

2. Relation to Job Analysis
Dalam hal ini latihan atau pendidikan harus dikaitkan secara era dengan job analysis dari jabatan yang akan dipangku pada masa yang akan datang.

3. Motivation
Para pengikut latihan akan merasa terangsang atau termotivasi jika di waktu yang akan datang diharapkan adanya perbaikan bagi dirinya. Perbakan ini bisa berwujud kenaikan upah atau kenaikan jabatan.

4. Active Participation
Para pengikut latihan hendakanya dipacu untuk turut aktif mengambil bagian dalam kegiatan latihannya. Jenis pendidikan yang monoton sebaiknya dihindari karena akan mendatangkan kebosanan dan pengikut latihan diberi kesempatan untuk betukar pikiran dengan pelatihannya sehingga partisipasi yang diinkan benar benar dapat terwujud.

5. Selection of Trainees
Karena perbedaan-perbedaan individu seperti dikemukakan di atas selalu ada dalam perusahaan maka sebaiknya pengikut latihan diseleksi terlebih dahulu untuk menemukan personal yang benar-benar berminat shingga program latihan akan berhasil dengan memuaskan.

6. Selection of Trainer
Pengajar dalam latihan harus benar-benar diperhatikan kualifikasinya karena pengajar yang kurang berpendidikan, kurang berminat dan tidak memiliki kesnggupan mengajar hanya akan mendatangkan hasil yang kurang memuaskan.

D. Teknik & Metode Pelatihan dan Pengembangan
1. Job Instruction Training
Pelatihan di mana ditentukan seseorang (biasnya manaher atau supervisor) bertindak sebagai pelatih untuk menginstruksikan bagaimana melakukan pekerjaan tertentu dalam proses kerja.

2. Coaching
Suatu bentuk pelatihan dan pengembangan yang dilakukan di tempat kerja oleh atasan dengan membimbing petugas melakukan pekerjaan secara formal dan biasanya tidak terencana, misalnya bagaimana melakukan pekerjaan, bagaimana memecahkan masalah.

3. Job rotation
Adalah program yang direncanakan secara formal dengan cara menugaskan pegawai pada beberapa pekerjaan yang berbeda dan dalam bagian yang berbeda dengan organisasi untuk menambah pengetahuan mengenai pekerjaan dalam organisasi.

4. Apprenticeship
Adalah pelatihan yang mengombinasikan antara pelajaran di kelas dengan praktek di lapangan, yaitu setelah sejumlah teori diberikan kepada peserta, peserta dibawa praktek ke lapangan.

Sumber : 
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&ved=0CEYQFjAG&url=http%3A%2F%2Frepository.widyatama.ac.id%2Fxmlui%2Fbitstream%2Fhandle%2F123456789%2F3259%2FBab%25202.pdf%3Fsequence%3D4&ei=4gC-VIfjIYvv8gXJs4D4Cw&usg=AFQjCNHQzftsZuxvEp1uy1I6PuLev8iDVA&sig2=8g6hMdnYm9j4B4TTIv69pQ&bvm=bv.83829542,d.dGc&cad=rja
http://www.slideshare.net/Nanda_khalisa/pelatihan-dan-pengembangan-sdm
Mukhyi, M. H., & Hudiyanto, H. (1996). Pengantar manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Gunadarma.

Total Pengunjung