Kasus :
Anak Hiperaktif (ADHD)
1.
Pendekatan
Pada
pendekatan ini terapis memulainya dengan raport terlebih dahulu kepada subjek
agar subjek merasa nyaman untuk melakukan terapi yaitu dengan memberikan
pertanyaan umum seperti menanyakan kabarnya, menanyakan perasaannya selama
perjalanan ketempat terapi, identitasnya dan juga memberikan pertanyaan khusus
seperti menanyakan tentang minat subjek.
2.
Menggali Informasi Subjek
Setelah
melakukan pendekatan, terapis mencoba menggali informasi dari ibu subjek
mengenai ketertarikannya untuk datang ketempat terapi tersebut, jika setelah
ibu subjek memberikan keterangan bahwa subjek sering kali berperilaku yang
selalu berlarian tanpa henti, membuat berantakan seluruh mainan tanpa
menggunakannya untuk bermain (hanya dilempar-lempar kemana saja). Lalu terapis
dapat memulai dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka secara mendalam mengenai
perilaku anaknya itu, yang tersusun dalam pedoman wawancara, seperti
menanyakan. Selain menggunakan pedoman wawancara saat menggali informasi dari
subjek terapis juga menggunakan alat tulis.
3.
Memilih Terapi yang tepat
Berdasarkan
informasi yang didapatkan dari subjek mengenai perilaku subjek yang selalu
berlarian tanpa henti, membuat berantakan seluruh mainan tanpa menggunakannya
untuk bermain (hanya dilempar-lempar kemana saja), sering memukul dan menendang
tanpa alasan bahkan terkadang saat memegang benda juga digunakan untuk melempar
atau memukul, makan sambil berlarian dan berantakan seluruh makanannya, tidak
memperhatikan jika diberitahu sesuatu, suka berteriak-teriak kasar, dan membanting
benda-benda terutama jika permintaannya tidak segera dipenuhi, maka subjek
dapat dikategorikan bahwa ia mengalami hiperaktif (ADHD). Dimana ketika subjek
berada di sekolah, subjek terlihat kesulitan mengikuti proses belajar karena
dia selalu saja berlari dan sulit sekali diminta duduk di kursinya. Guru dan
teman-teman lain merasa terganggu karena setiap kali Bona diminta duduk,
beberapa detik kemudian sudah berlari-lari lagi keliling ruang kelas sambil
mengganggu temannya atau sampai keluar kelas. Maka dalam kasus ini, subjek
dapat dibantu melalui pemberian terapi bermain bagi anak ADHD, yaitu Tujuan dan
target setiap sesi terapi bermain harus spesifik berdasarkan kondisi dan
ketrampilan anak, dilakukan dengan bertahap, terstruktur dan konsistensi. Salah
satu yang perlu diperhatikan pada anak ADHD adalah sensitivitas mereka terhadap
perubahan sehingga kita harus membantu menciptakan sesuatu yang rutin untuk
mereka. Dalam hal ini konsistensi yang dapat diciptakan terapis misalnya dalam
hal waktu, aturan bermain, tempat, dan jumlah alat permainan. Pemilihan ini
harus didasarkan pada kondisi anak dan target perilaku yang dituju.
Kasus tersebut saya hubungkan dengan teori terapi bermain. Landreth (2001) berpendapat bahwa bermain sebagai terapi merupakan salah satu sarana yang digunakan dalam membantu anak mengatasi masalahnya, sebab bagi anak bermain adalah simbol verbalisasi. Definisi terapi bermain juga menunjukkan bahwa terapis bermain berusaha untuk mengenali, mengetahui, dan memanfaatkan kekuatan terapi bermain. Ini kekuatan terapi, juga dikenal sebagai mekanisme perubahan, merupakan kekuatan yang aktif dalam bermain yang membantu klien mengatasi kesulitan psikososial dan mencapai perkembangan positif.
4.
Pelaksanaan Terapi
Dalam kasus tersebut dilakukan terapi bermain dengan 2 teknik, yaitu teknik bercerita dan teknik bermain.
Bercerita secara psikologis membaca atau bercerita merupakan salah satu bentuk bermain yang paling sehat. Kebanyakan anak kecil lebih menyukai cerita tentang orang dan hewan yang dikenalnya. Selain itu karena anak kecil cenderung egosentrik mereka memyukai cerita yang berpusat pada dirinya. Mula-mula anak-anak suka cerita imajinatif yang khayal kemudian seiring dengan berkembangnya kecerdasan dan pengalaman sekolah anak yang lebih besar menjadi realistik, dan minatnya pun beralih ke cerita petualangan, kekerasan, kemewahan dan cinta serta pendidikan. Menceritakan cerita memberikan cara yang menyenangkan untuk mengembangkan raport dan belajar tentang anak. Ketika anak menceritakan cerita mereka, mereka mengkomunikasikan informasi penting tentang diri mereka sendiri dan keluarga mereka sambil belajar mengekspresikan dan menguasai perasaan mereka. Dengan mendengarkan cerita anak, terapis dapat memahami lebih baik pertahanan diri anak, konflik anak, dan dinamika keluarga anak. Dalam menganalisis cerita anak, terapis harus mencari tema yang diulang yang dapat memberikan kunci penting tentang perasaan perasaan dan perjuangan anak. Terapis harus sangat akrab dan terampil dalam menginterpretasikan komunikasi simbolik secara wajar. Semua ini tergantung pada keterampilan dan pertimbangan terapis.
Bermain selama masa kanak-kanak mempunyai karakteristik yang berbeda dibandingkan permainan remaja danorang dewasa. Permainan anak kecil bersifat spontan dan informal. Secara bertahap bermain menjadi semakin formal. Dengan berkembangnya kemampuan berpikir anak, anak mulai mengembangkan permaianan dengan aturan. Permainan individu dan kelompok membantu anak belajar bagaimana membagi kelompok dan bermain dengan aturan. Permainan mengajar anak tentang mendisiplin diri, serta belajar untuk menang dan kalah. Permainan yang diterapkan untuk terapi bermain dapat dimainkan sendiri maupun berkelompok.
Terapis
dilakukan dengan beberapa tahap, dan subjek dibantu oleh seluruh anggota
keluarga, khususnya ibu subjek yang harus terus berada di samping subjek.
membutuhkan ruangan yang nyaman dan tidak bising serta tempat duduk yang nyaman
untuk melakukan terapi tersebut. Kemudian terapis membuat target perilaku, dan
beberapa perilaku yang menjadi target dalam perubahan perilaku ini adalah:
•Harapan awal dari terapi yaitu subjek mampu membereskan mainan dan
barang-barang subjek sindiri. Memasukkan pensil, penghapus, dan buku ke tas
setelah digunakan. (Tidak meninggalkan pensil, penghapus, dan buku di meja
belajar, meja tamu, atau di ruang lain) Mengembalikan mainan ke wadahnya
setelah digunakan. (Tidak melempar-lempar mainan jika tidak digunakan, jika
melempar-lempar maka harus mengambil kembali dan dikembalikan ke wadahnya.)
•Mendengarkan orang lain bicara sampai selesai, Menunggu Bapak, Ibu, pembantu,
atau teman selesai ketika sedang berbicara tanpa memotong.
•Mengerjakan aktivitas sampai selesai, Menggambar sampai selesai. (Tidak
berganti kertas gambar atau meninggalkannya sebelum gambar selesai dibuat.)
Karena program
ini berbasis pada sistem aturan maka perilaku yang menjadi target dapat
beberapa (tidak hanya satu) dengan catatan setiap target perilaku akan
dibuatkan aturan yang detil dan jelas tentang perilaku yang diharapkan dan
tidak diharapkan (dalam program yang direncanakan).
5.
Evaluasi
Kasus
ini akan selalu dievaluasi dan dimonitor menggunakan lembar evaluasi dan lembar
monitoring yang dibuat saat perencanaan program (contoh lembar evaluasi dan
lembar monitoring terlampir). Evaluasi dan monitoring dilakukan ibu subjek
sebagai manajer program dan secara berkala akan didiskusikan bersama terapis
untuk melihat efektivitas dan kemajuan program tersebut. Evaluasi dilakukan
dalam tahapan yang sistematis, seperti berikut:
•Harapan awal dari terapi yaitu subjek mampu membereskan mainan dan
barang-barang subjek sindiri.
•Mendengarkan orang lain bicara sampai selesai.
•Mengerjakan aktivitas sampai selesai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar